I.
LOGOTERAPI (FRANKL)
A.
LATAR BELAKANG VIKTOR FRANKL
Pencetus logoterapi adalah Viktor Frankl, istilah
logoterapi itu sendiri berasak dari dua kata, yakni logos dan terapi (therapy)
, yakni suatu terapi yang berani menembus dimensi spiritual dari keberadaan manusia.
Ketika Perang Dunia ke II pecah tahun1942, Frankl bersama istri dan orangtuanya
termasuk salah satu dari ribuan warga Yahudi yang ditahan oleh tentara Nazi,
dan dimasukan ke dalam kamp konsentrasi.
Awal Munculnya Gangguan
Di dalam
Kamp-konsentrasi itulah Frankl menyaksikan para tahanan disiksa, di teror, dan
di bunuh secara kejam. Ia sendiri mengalami penderitaan yang luar biasa.
Walaupun demikian, di dalam keterbatasannya sebagai manusia, Frankl berusaha
turut meringankan penderitaan sesama tahanan, baik secara medis maupun secara
psikologis. Frankl membesarkan hati mereka yang putus asa dan membantu
menunjukkan hikmat dan arti hidup, walaupun mereka dalam keadaan menderita. Di
dalam pengamatan Frankl melihat bahwa dalam keadaan yang mencekam dan sarat
dengan penderitaan, ada sebagian tahanan yang tepat menunjukkan sikap tabah,
bertahan, dan bahkan berusaha membantu sesama tahanan. Namun, di lain pihak,
sebagian besar tahanan mengalami putus asa, apatis dan kehilangan semangat
hidup; tidak jarang mereka melakukan bunuh diri guna membebaskan diri dari
penderitaan.
Prinsip dan Konsep Dasar
Pandangan Frankl tentang kesehatan psikologis menekankan
pentingnya kemauan akan arti. Tentu saja ini merupakan kerangka, di dalamnya
segala sesuatu yang lain diatur. Frankl berpendapat bahwa manusia harus dapat
menemukan makna hidupnya sendiri dan kemudian setelah menemukan mencoba untuk
memenuhinya. Bagi Frankl setiap kehidupan mempunyai makna, dan kehidupan itu
adalah suatu tugas yang harus dijalani. Mencari makna dalam hidup inilah
prinsip utama teori Frankl yang dinamakan Logoterapi. Logoterapi me miliki tiga
konsep dasar, yakni kebebasan berkeinginan, keinginan akan makna, dan makna
hidup. Kata “logo” berasal dari bahasa Yunani “logos” yang berarti makna atau
meaning dan juga “rohani”. Adapun kata “terapi” berasal dari bahasa Inggris
therapy yang artinya penggunaan teknik-teknik menyembuhkan dan mengurangi suatu
penyakit. Jadi, kata logoterapi artinya penggunaan teknik untuk menyembuhkan
dan mengurangi atau meringankan suatu penyakit melalui penemuan makna hidup.
B.
TUJUAN LOGOTERAPI
Tujuan logoterapi menyangkut beberapa hal. Terapis
pertama-tama harus memperlebar dan meperluas medan visual dari pasien sehingga
seluruh spectrum makna dan nilai-nilai disadari dan kelihatan olehnya. Dengan
demikian, usaha pasien untuk berpusat pada dirinya sendiri dipecahkan karena ia
dikonfrontasikan dengan dan diarahkan kepada makna hidupnya. Pemenuhan diri
sendiri hanya bisa tercapai sejauh manusia telah memenuhi makna konkret dari
eberadaan pribadinya
C.
LANGKAH-LANGKAH DALAM PROSES TERAPI
1.
Menghadapi Situasi Itu.
Diagnosis yang tepat merupakan langkah pertama dalam terapi
dan merupakan sesuatu yang penting. Seluruh gangguan fisik pasien merupakan
faktor-faktor fisik, psikologis, dan spiritual. Tidak ada neurosis somatogenik,
psikogenik, noogenik saja. Tujuan diagnosis adalah menentukan sifat dari setiap
faktor dan mengindentifikasi faktor manakah yang dominan. Apabila faktor fisik
yang dominan, maka kondisi itu disebut psikosis, dan apabila faktor psikologis
yang dominan maka kondisi tersebut adalah neurosis. Sebaliknya, apabila faktor
spiritual yang dominan maka kondisi tersebut adalah neurosis noogenik.
2.
Kesadaran akan Simtom.
Dalam menangani reaksi-reaksi neurosis psikogenik,
logoterapi diarahkan bukan pada simtom-simtom dan bukan juga pada penyebab
psikis, melainkan sikap pasien terhadap simtom-simtom tersebut. Dalam mengubah
sikap pasien terhadap simtom-simtom itu, logoterapi benar-benar merupakan suatu
terapi yang personalistik.
3.
Mencari Penyebab
Logoterapi adalah suatu terapi khusus bagi frustasi
eksistensial (kehampaan eksistensial) atau frustasi terhadap keinginan akan
makna. Kondisi-kondisi ini jika menghasilkan simtom-simtom neurotic, maka
disebut neurosis noogenik. Logoterapi berurusan dengan penyadaran manusia
terhadap tanggung jawabnya karena tanggung jawab merupakan dasar yang hakiki
bagi keberadaan manusia. Tanggung jawab berarti kewajiban, dan kewajiban
tersebut hanya dapat dipahami dalam kaitanya dengan makna, yakni makna hidup
manusia. Jadi, logoterapi berkenaan dengan mana dalam berbagai aspek dan
bidang-bidangnya. Makna keberadaan itu dapat berupa makna hidup dan mati.
4.
Menemukan Hubungan antara Penyebab dan Simtom
Neurosis kecemasan dan keadaan fobia ditandai oleh
kecemasan antisipatori yang menimbulkan kondisi yang ditakuti pasien.
Terjadinya kondisi tersebut kemudian memperkuat kecemasan antisipatori yang
mengakibatkan lingkaran setan sehingga pasien menghindar atau menarik diri dari
situasi-situasi tersebut, dimana ia merasakan bahwa kecemasanya akan terjadi. Dalam
kasus-kasus yang menyangkut kecemasan antisipatori, teknik logoterapi yang
disebut intense paradoksikal (paradoxical intention) sangat berguna.
D.
TEKNIK LOGOTERAPI
Dijelaskan dalam Semiun (2006) teknik-teknik logoterapi
terdiri atas intensi paradoksikal, Derefleksi dan Bimbingan Rohani.
1.
Intensi Paradoksikal
Teknik intensi paradoksikal adalah teknik dimana klien
diajak melakukan sesuatu yang paradoks dengan sikap klien terhadap situasi yang
dialami. Jadi klien diajak mendekati dan mengejek sesuatu (gejala) dan bukan
menghindarinya atau melawannya. Teknik ini pada dasarnya bertujuan lebih
daripada perubahan pola-pola tingkah laku. Lebih baik dikatakan suatu
reorientasi eksistensial. Menurut logoterapi disebut antagonisme psikonoetik
yang mengacu pada kapasitas manusia untuk melepaskan atau memisahkan dirinya
tidak hanya dari dunia, tetapi juga dari dirinya sendiri.
2.
Derefleksi
Frankl (dalam Semiun, 2006) percaya, bahwa sebagian besar
persoalan kejiwaan berasal dari perhatian yang terlalu fokus pada diri sendiri.
Dengan mengalihkan perhatian dari diri sendiri dan mengarahkannya pada orang
lain, persoalan-persoalan itu akan hilang dengan sendirinya. Dengan teknik
tersebut, klien diberi kemungkinan untuk mengabaikan neurosisnya dan memusatkan
perhatian pada sesuatu yang terlepas dari dirinya.
3.
Bimbingan Rohani
Bimbingan rohani adalah metode yang khusus digunakan
terhadap pada penanganan kasus dimana individu berada pada penderitaan yang
tidak dapat terhindarkan, atau dalam suatu keadaan yang tidak dapat dirubahnya
dan tidak mampu lagi berbuat selain menghadapinya. Pada metode ini, individu
didorong untuk merealisasikan nilai bersikap dengan menunjukkan sikap positif
terhadap penderitaanya, dalam rangka menemukan makna di balik penderitaan
tersebut.
II.
RATIONAL EMOTIVE THEORY (ELLIS)
A.
LATAR BELAKANG RATIONAL
EMOTIVE THERAPY
Rational Emotive
Therapy atau Teori Rasional Emotif mulai dikembangan
di Amerika
pada tahun 1960-an oleh Alberl Ellis, seorang Doktor dan Ahli dalam Psikologi
Terapeutik yang juga seorang eksistensialis dan juga seorang Neo Freudian.
Teori ini dikembangkanya ketika ia dalam praktek terapi mendapatkan bahwa
sistem psikoanalisis ini mempunyai kelemahan-kelemahan secara teoritis (Ellis,
1974).
Teori Rasional Emotif ini merupakan sintesis baru dari
Behavior Therapy yang klasik (termasuk Skinnerian Reinforcement dan Wolpein
Systematic Desensitization). Oleh karena itu Ellis menyebut terapi ini sebagai Cognitive Behavior Therapy atau Comprehensive
Therapy.Konsep ini merupakan sebuah aliran baru dari Psikoterapi Humanistik
yang berakar pada filsafat eksistensialisme yang dipelopori oleh Kierkegaard,
Nietzsche, Buber, Heidegger, Jaspers dan Marleu Ponty, yang kemudian
dilanjutkan dalam bentuk eksistensialisme terapan dalam Psikologi dan Psikoterapi,
yang lebih dikenal sebagai Psikologi Humanistik.
B.
UNSUR-UNSUR RATIONAL
EMOTIVE THERAPY
Unsur
pokok terapi rasional-emotif adalah asumsi
bahwa berpikir dan emosi bukan dua proses yang terpisah: pikiran dan emosi
merupakan dua hal yang saling bertumpang tindih dalam prakteknya kedua hal itu
saling berkaitan. Emosi disebabkan dan dikendalikan oleh pikiran. Emosi
adalah pikiran yang dialihkan dan diprasangkakan sebagai suatu proses
sikap dan kognitif yang intristik. Pikiran-pikiran seseorang dapat
menjadi emosi orang tersebut, dan merasakan sesuatu dalam situasi tertentu
dapat menjadi pemikiran seseorang. Atau dengan kata lain, pikiran mempengaruhi
emosi dan sebaliknya emosi mempengaruhi pikiran.
Tujuan
utama terapi rasional-emotif adalah menunjukkan kepada
klien bahwa verbalisasi diri mereka merupakan sumber gangguan
emosionalnya. Kemudian membantu klien agar memperbaiki cara berpikir, merasa,
dan berperilaku, sehingga ia tidak lagi mengalami gangguan emosional di masa
yang akan datang.
C.
TEKNIK – TEKNIK RATIONAL
EMOTIVE THERAPY
Teknik-teknik konseling atau terapi berdasarkan pendekatan
kognitif memegang peranan utama dalam konseling rasional-emotif. Dengan
teknik ini klien didorong dan dimodifikasi aspek kognitifnya agar dapat
berpikir dengan cara yang rasional dan logis sehingga klien dapat
bertindak atau berperilaku sesuai sistem nilai yg diharapkan baik terhadap
dirinya sendiri maupun terhadap lingkungannya.
Beberapa teknik kognitif yang cukup dikenal adalah:
1)
Home Work Assigments (pemberian tugas rumah). Dalam teknik ini, klien diberikan
tugas-tugas rumah untuk melatih, membiasakan diri serta
menginternalisasikan sistem nilai tertentu yang menuntut pola perilaku yang
diharapkan. Teknik ini sebenarnya dimaksudkan untuk membina dan mengembangkan
sikap-sikap bertanggung jawab, kepercayaan pada diri sendiri serta kemampuan
untuk pengarahan diri, pengelolaan diri klien, serta mengurangi ketergantungan
kepada konselor atau terapis.
2)
Assertive. Teknik ini digunakan untuk melatih keberanian klien dalam
mengekspresikan perilaku-perilaku tertentu yang diharapkan melalui; role
playing (bermain peran), rehearsal (latihan), dan social modeling (meniru
model-model sosial). Maksud utama teknik Assertive Training adalah untuk:
a)
Mendorong kemampuan klien
mengekspresikan seluruh hal yang berhubungan dengan emosinya;
b)
Membangkitkan kemampuan klien
dalam mengungkapkan hak asasinya sendiri tanpa menolak atau memusuhi hak asasi
orang lain;
c)
Mendorong kepercayaan pada kemampuan diri
sendiri; dan
d)
Meningkatkan kemampuan untuk
memilih perilaku-perilaku assertive yang cocok untuk dirinya sendiri.
III.
TERAPI KELOMPOK (GROUP
THERAPY)
A.
LATAR BELAKANG GROUP
THERAPY (TEORI KELOMPOK)
Pengertian Terapi Kelompok
Menurut Margaret E. Hartford terapi kelompok adalah metode pekerjaan
sosial dengan nama pengalaman-pengalaman kelompok yang digunakan oleh pekerja
sosial sebagai medium praktik utama yang bertujuan untuk mempengaruhi
keberfungsian sosial, pertumbuhan atau perubahan anggota-anggota kelompok.
Menurut Harleigh B. Trecker terapi kelompok adalah suatu
metode khusus yang memberikan kesempatan-kesempatan kepada
individu-individu dan kelompok-kelompok untuk tumbuh dalam
setting-setting fungsional pekerjaan sosial, rekreasi dan pendidikan.
Sedangkan Menurut Grace L. Coyle terapi kelompok
memungkinkan berbagai jenis kelompok berfungsi sedemikian rupa, sehingga
interaksi kelompok dan kegiatan-kegiatan program memberikan kontribusi pada
pertumbuhan individu-individu dalam pencapaian tujuan-tujuan social yang
diinginkan.
Dari definisi
diatas dapat disimpulkan bahwa terapi kelompok adalah suatu metode praktik yang
bertujuan untuk mempengaruhi keberfungsian mengenai pekerjaan sosial,
pendidikan atau pencapaian-pencapaian sosial lainnya.
Konsep Terapi Kelompok
Terapi kelompok merupakan
suatu psikoterapi yang dilakukan sekelompok pasien bersama-sama berdiskusi satu
sama lain yang dipimpin atau diarahkan oleh seorang terapis atau petugas
kesehatan jiwa yang telah terlatih. Keuntungan yang diperoleh individu melalui
terapi aktivitas kelompok ini adalah dukungan (support), pendidikan,
meningkatkan kemampuan pemecahan masalah, meningkatkan kemampuan hubungan
interpersonal dan meningkatkan uji realitas. Sehingga terapi aktivitas kelompok
ini dapat dilakukan pada karakteristik ganggguan seperti, gangguan konsep
diri, harga diri rendah, perubahan persepsi sensori halusinasi. Selain itu,
dapat mengobati klien dalam jumlah banyak, dapat mendiskusikan masalah
secara kelompok. Belajar bermacam masalah dan belajar peran di dalam kelompok. Namun, pada
terapi ini juga terdapat kekurangan yaitu, kehidupan pribadi klien tidak
terlindungi dan klien sulit mengungkapkan masalahnya. Dengan sharing
pengalaman pada klien dengan isolasi sosial diharapakan klien mampu membuka dirinya untuk
berinteraksi dengan orang lain.
B.
UNSUR-UNSUR GROUP
THERAPY (TEORI KELOMPOK)
1.
Munculnya Gangguan
Psikoterapi kelompok menggunakan kekuatan terapeutik di
dalam kelompok, interaksi konstruktif antara anggota dan intervensi dari
pemimpin terlatih untuk mengubah tingkah laku, pikiran, dan perasaaan
maladaptif dari seseorang yang secara emosional mengalami distress. Pada era
yang secara finansial sangat ketat, terjadi penurunan titik berat pada
psikoterapi individual dan penggunaan yang meluas pada pendekatan
psikofarmakologis. Semakin banyak pasien yang dirawat dengan psikoterapi
kelompok dibandingkan dengan bentuk verbal terapi lainnya.
2.
Tujuan Terapis
Menururt Hartforcd dan Alissi, metode terapi kelompok
digunakan untuk memellhara atau memperbaiki keberfungsian personal dan sosial
para anggota kelompok dan beragam tujuan, yakni :
a)
Tujuan korektif
b)
Tujuan preventif
c)
Tujuan pertumbuhan sosial norma
d)
Tujuan peningkatan personal
e)
Tujuan peningkatan partisipasi dari tanggung jawab masyarakat.
Menururt Gisela
Konofka, tujuan terapi kelompok adalah individualisasi, rasa memiliki (sense
of belonging), mengembangkan kemampuan dasar untuk berpartisipasi,
meningkatkan kemampuan untuk memberikan kontribus pada keputusan-keputusan
melalui pemikiran rasional dan penjelasan kelompok, meningkatkan
respek terhadap keberbedaan orang lain, dan mengembangkan iklim sosial
yang hangat dan penuh penerimaan.
C.
TEKNIK-TEKNIK GROUP
THERAPY (TEORI KELOMPOK)
Ada beberapa bentuk khusus terapi kelompok, antara lain :
1.
Psikodrama
Psikodrama merupakan suatu bentuk terapi kelompok, yang
dikembangkan oleh J.L. Moreno pada tahun 1946, dimana pasien didorong untuk
memainkan suatu peran emosional di depan para penonton tanpa dia sendiri
dilatih sebelumnya. Tujuan dari psikodrama ini adalah membantu seorang pasien
atau kelompok pasien untuk mengatasi masalah-masalah pribadi dengan menggunakan
permainan drama, peran, atau terapi tindakan. Lewat cara-cara ini pasien
dibantu untuk mengungkapkan perasaan-perasaan tentang konflik, kemarahan, agresi,
perasaan bersalah, dan kesedihan. Sama dengan Freud, Moreno melihat emosi-emosi
yang terpendam dapat dibongkar (kompleks-kompleks emosional dihilangkan dengan
membawanya ke kesadaran, dan membuat energi emosional diungkapkan/katarsis).
Metode psikodrama yang sangat Penting. Seperti yang
dikembangkan dan dipraktekkan oleh Moreno, psikodrama menggunakan tempat yang
menyerupai panggung. Hal ini bertujuan supaya pasien memainkan peran di alam
khayal, dengan demikian ia merasa bebas mengungkapkan sikap-sikap yang
terpendam dan motivasi-motivasi yang kuat. Ketika peran dimainkan,
implikasi-implikasi realistic dan tingkah lakunya yang dramatis menjadi jelas.
Keterampilan terampis dalam mengenal dan menafsirkan dinamika yang diungkapkan
memudahkan proses terapi.
Terdapat tiga tahap yang penting dalam psikodrama:
1)
Tahap pelaksanaan, dimana subjek memerankan khayalan-khayalannya.
2)
Tahap penggantian, dimana orang-orang yang sebenarnya menggantikan
orang-orang yang dikhayalkan subjek.
3)
Tahap penjernihan, dimana diadakan pengalihan dari kontak individu-individu
pengganti ke kontak dengan individu-individu di mana subjek memiliki kesempatan
menyesuaikan diri dengan mereka dalam kehidupan yang nyata.
Sebaliknya,
Whittaker memberikan suatu gambaran singkat tentang bagaimana sebaiknya
psikodrama itu dilaksanakan. Dia mengemukakan bahwa psikodrama menggunakan 4
instrument utama, yaitu:
1)
Panggung, yang merupakan ruang kehidupan psikologis dan fisik bagi subjek
atau pasien.
2)
Sutradara atau pekerja.
3)
Staf dari ego-ego penolong (auxiliary
ego) atau penolong-penolong teraupetik.
4)
Para penonton.
Ego-ego penolong maupun para penonton terdiri dari
anggota-anggota kelompok lain. Strateginya adalah memberi kemungkinan kepada
subjek untuk memproyeksikan dirinya kedalam dunianya sendiri dan membangkitkan
respon-respon dari kawan-kawan anggota kelompoknya sendiri. Selanjutnya,
Whittaker mengemukakan 4 teknik yang bisa digunakan, yaitu:
1)
Presentasi diri. Pasien mempresentasikan dirinya sendiri atau seorang figur
yang penting dalam kehidupannya.
2)
Memimpin percakapan sendiri. Pasien melangkah keluar dari drama dan
berbicara pada dirinya sendiri dan kepada kelompoknya.
3)
Teknik ganda. Seorangg ego penolong berperan bersama dengan pasien dan
melakukan segala sesuatu yang dilakukan pasien pada waktu yang sama.
4)
Teknik cermin. Seorang ego penolong berperan sejelas mungkin menggantikan
pasien. Dari para penonton, pasien memperhatikan bagaimana dia melihat dirinya
sendiri sebagaimana orang-orang lain melihatnya.
Sutradara atau
pekerja berfungi baik sebagai produser maupun sebagai terapis. Sebagai
produser, ia memilih dan mengatur adegan-adegan yang juga memimpin tindakan
(perbuatan) psikodramatis. Adegan-adegan dipilih berdasarkan situasi-situasi
yang mengandung muatan emosional bagi pasien atau berdasarkan situasi-situasi
dimana pasien bertingkahlaku tidak tepat atau tidak efektif dalam
situasi-situasi seperti itu. Sebagai terapi, pekerja (sutradara) memberikan
dukungan atau klarifikasi kepada para actor, dan kadang-kadang memberikan
penafsiran (sering dengan bantuan para anggota kelompok lain) tentang adegan
permainan itu.
Belakangan ini psikodrama dilakukan oleh orang-orang yang
mempraktekkan bermacam-macam teori psikoterapi. Khususnya, para terapis Gestalt
menggunakan psikodrama secara luas. Psikodrama juga digunakan dalam terapi
perkawinan, dalam terapi anak-anak, penyalahgunana-penyalahgunaan obat bius dan
alcohol, orang-orang yang mengalami masalah-masalah emosional, di lingkungan
penjara, untuk melatih para psikiater dirumah sakit, untuk melatih orang-orang
yang cacat, di perusahaan dan industri, dan dalam pendidikan serta dalam
mengambil keputusan.
Kegunaan psikodrama adalah dengan mendramatisir
konflik-konflik batinnya, pasien dapat merasa sedikit lega dan dapat
mengembangkan pemahaman (insight)
baru yang memberinya kesanggupan untuk mengubah perannya dalam kehidupan yang
nyata.
2.
Role playing (bermain peran)
Memainkan peran adalah suatu variasi dari psikodrama yang
tidak menggunakan alat-alat sandiwara (drama). Taknik ini banyak digunakan
untuk mendorong pasien berbicara dan mengembangkan persepsi-persepsi baru dalam
berbagai situasi kelompok, misalnya diruang kelas, program-program hubungan
manusia dalam bidang usaha dan industri, dan pertemuan-pertemuan latihan (training)
3.
Encounter groups
Encounter groups adalah bentuk-bentuk khusus dari terapi kelompok yang muncul dari gerakan
humanistik pada tahun 1960-an. Encounter
groups bertujuan untuk membantu mengembangkan kesadaran diri dengan
berfokus pada bagaimana para anggota kelompok berhubungan satu sama lainalam
suatu situasi diaman di dorong untuk mengungkapkan perasaan secara terus
terang. Encounter groups tidak
berlaku bagi orang yang mengalami masalah-masalah psikologis yang berat, tetapi
hanya ditujukan kepada orang yang dapat menyesuaikan diri dengan baik, berusaha
memajukan pertumbuhan pribadi, meningkatkan kesadaran mengenai
kebutuhan-kebutuhan dan perasaan-perasaan mereka sendiri serta cara-cara mereka
berhubungan dengan orang lain.
Encounter groups berusaha memenuhi kebutuhan-kebutuhan ini melalui pertemuan-pertemuan yang
intensif atau konfrontasi-konfrontasi langsung dengan orang-orang baru.
Beberapa kelompok dibentuk sebagai kelompok-kelompok marathon yang mungkin
berlangsung terus-menerus selama 12 jam atau lebih. Karena bertolak dari
pendekatan humanistik, encounter groups,
menekankan interaksi-interaksi yang terjadi ditempat ini dan kini.
Fokus dari encounter
groups adalah mengungkapkan perasaan-perasaan yang asli dan bukan
menafsirkan atau membicarakan masa lampau. Apabila seorang anggota kelompok
dipersepsikan oleh orang lain bersembunyi di belakang kedok atau topeng sosial,
maka orang lain berusaha sedemikian rupa supaya orang tersebut membuka kedok
itu, dan dengan demikian mendorong orang itu untuk mengungkapkan
perasaan-perasaannya yang sebenarnya.
Teknik konfrontasi ini dapat merusak bila para anggota
kelompok memaksa mengungkapkan dengan terlalu cepat perasaan-perasaan pribadi
orang itu yang belum mampu ditanganinya atau bila orang itu merasa diserang
atau dikambinghitamkan oleh orang lain dalam kelompok. Para pemimpin kelompok
yang bertanggungjawab tetap berusaha mengendalikan kelompok itu untuk mencegah
penyalahgunaan tersebut dan mempertahankan kelompok itu bergerak kearah yang
memudahkan pertumbuhan pribadi dan kesadaran diri.
IV.
TERAPI PERILAKU (BEHAVIOR
THERAPY)
A.
LATAR BELAKANG TERAPI PERILAKU
Terapi
tingkah laku dalah penerapan aneka ragam teknik dan prosedur yang berakar pada
berbagai teori tentang belajar. Terapi ini menyertakan penerapan yang
sistematis prinsip-prinsip belajar pada pengubahan tingkah laku ke arah
cara-cara yang lebih adaptif. Berlandaskan teori belajar, modifikasi tingkah
laku dan terapi tingkah laku adalah pendekatan-pendekatan terhadap konseling
dan psikoterapi yang berurusan dengan pengubahan tingkah laku. Pada dasarnya,
terapi tingkah laku diarahkan pada tujuan-tujuan memperoleh tingkah laku baru,
pengapusan tingkah laku yang maladaptif, serta memperkuat dan mempertahankan
tingkah laku yang diinginkan.
B.
UNSUR-UNSUR TERAPI PERILAKU
1.
Peran sosial (martabat) psikoterapis,
2.
Hubungan (persekutuan terapeutik),
3.
Hak,
4.
Retrospeksi,
5.
Re-edukasi,
6.
Rehabilitasi,
7.
Resosialisasi dan rekapitulasi.
Unsur – unsur
psikoterapeutik dapat dipilih untuk masing-masing pasien dan dimodifikasi
dengan berlanjutnya terapi. Ciri-ciri ini dapat diubah dengan berubahnya tujuan
terapeutik, keadaan mental dan kebutuuhan pasien.
C.
TEKNIK-TEKNIK TERAPI PERILAKU
1.
Desensitisasi Sistematik
Desensitisasi sistematik adalah salah satu teknik yang
paling luas digunakan dalam terapi tingkah laku. Desensitisasi sistematik
digunakan untuk menghapus tingkah laku yang diperkuat secara negatif, dan ia
menyertakan pemunculan tingkah laku atau respon yang berlawanan dengan tingkah
laku yang hendak dihapuskan itu. Desensitisasi diarahkan pada mengajar klien
untuk menampilkan suatu respon yang tidak konsisten dengan kecemasan.
Desensitisasi sistematik juga melibatkan teknik – teknik
relaksasi. Klien dilatih untuk santai dan mengasosiasikan keadaan santai dengan
pengalaman-pengalaman pembangkit kecemasan yang dibayangkan atau divisualisasi.
Prosedur model pengondisian balik ini adalah sebagai
berikut :
Desensitisasi sistematik dimulai dengan suatu analisis
tingkah laku atas stimulus-stimulus yang bisa membangkitkan kecemasan pada
suatu wilayah tertentu seperti penolakan, rasa iri, ketidaksetujuan, atau suatu
fobia. Disediakan waktu untuk menyusun suatu tingkatan kecemasan-kecemasan
klien dalam wilayah tertentu. Terapis menyusun suatu daftar bertingkat mengenai
situasi-situasi yang kemunculannya meningkatkan taraf kecemasan atau
penghindaran. Tingkatan dirancang dalam urutan dari situasi yang paling buruk
yang bisa dibayangkan oleh klien kesituasi yang membangkitkan kecemasan yang tarafnya
paling rendah.
Selama pertemuan-pertemuan terapeutik pertama klien diberi
latihan relaksasi yang terdiri atas kontraksi, dan lambat laun pengunduran
otot-otot yang berbeda sampai tercapai suatu keadaan santai penuh. Sebelum
latihan relaksasi dimulai, klien diberitahu tentang cara relaksasi yang
digunakan dalam desensitisasi, cara menggunakan relaksasi itu dalam kehidupan
sehati-hari, dan cara mengendurkan bagian-bagian tubuh tertentu. Pemikiran dan
pembayangan situasi-situasi yang membuat santai seperti duduk dipinggir danau
atau berjalan-jalan ditaman yang indah, sering digunakan. Hal yang penting
adalah bahwa klien mencapai keadaan tenang dan damai. Klien diminta untuk
mempraktekkan relaksasi diluar pertemuan terapeutik, sekitar 30 menit lamanya
setiap hari. Apabila klien telah bisa belajar untuk santai dengan cepat, maka
prosedur desensitisasi bisa dimulai.
Proses desensitisasi melibatkan keadaan dimana kien
sepenuhnya santai dengan mata tertutup. Terapis menceritakan serangkaian ituasi
dan meminta klien untuk membayangkan dirinya berada dalam setiap situasi yang
diceritakan oleh terapis itu. Situai yang netral diungkapkan dan klien diminta
untuk membayangkan dirinya berada di dalamnya. Terapis bergerak mngungkapkan
situasi-situasi secara bertingkat sampai klien menunjukan bahwa dia mengalami
kecemasan, dan pada saat itulah pengungkapan situasi diakhiri. Treatment
dianggap selesai apabila klien mampu untuk tetap santai ketika membayangkan
situasi yang sebelumnya paling menggelisahkan dan menghasilkan kecemasan.
2.
Terapi Implosif dan Pembanjiran
Teknik-teknik pembanjiran berlandaskan paradigma mengenai
penghapusan eksperimental. Teknik ini terdiri atas pemunculan stimulus
berkondisi secara berulang-ulang tanpa pemberian perkuatan. Stampfl (1975)
mengembangkan teknik yang berhubungan dengan teknik pembanjiran yang disebut
“terapi implosif” seperti halnya dengan desensitisasi sistematik, terapi
implosif berasumsi bahwa tingkah laku neurotik melibatkan penghindaran
terkondisi atas stimulus-stimulus penghasil kecemasan.
Stampfl (1975) mencatat beberapa contoh bagaimana terapi
implosif berlangsung. Prosedur-prosedur penanganan klien mencakup :
1.
Pencarian stimulus-stimulus yang memicu gejala-gejala
2.
Menaksir bagaimana gejala-gejala berkaitan dan bagaimana gejala-gejala itu
membentuk tingkah laku klien
3.
Meminta kepada klien untuk membayangkan sejelas-jelasnya apa yang
dijabarkannya tanpa disertai celan atas kepantasan situasi yang dihadapinya
4.
Bergerak semakin dekat kepada ketakutan yang paling kuat yang dialami klien
dan meminta kepadanya untuk membayangkan apa yang paling ingin dihindarinya
5.
Mengulang prosedur-prosedur tersebut sampai kecemasan tidak lagi muncul
dalam diri klien
6.
Latihan asertif
Latihan asertif
akan membantu bagi orang-orang yang :
1.
Tidak mampu mengungkapkan kemarahan atau perasaan tersinggung
2.
Menunjukkan kesopanan yang berlebihan dan selalu mendorong orang lain untuk
mendahuluinya
3.
Memiliki kesulitan untuk mengatakn “tidak”
4.
Mengalami kesulitan untuk mengungkapkan afeksi dan respons-respons positif
lainnya
5.
Merasa tidak punya hak untuk memiliki perasaan-perasaan dan pikiran-pikiran
sendiri
Shaffer dan Galinsky (1974) menerangkan bagaimana
kelompok-kelompok latihan asertif atau “latiham ekspresif” dibentuk dan
berfungsi. Kelompok terdiri atas delapan sampai sepuluh anggota memiliki latar
belakang yang sama, dan session terapi berlangsung selama dua jam. Terapis
bertindak sebagai penyelenggara dan pengarah permainan peran, pelatih, pemberi
perkuatan, dan sebagai model peran. Dalam diskusi-diskusi kelompok, terapis
bertindak sebagai seorang ahli, memberikan bimbingan dalam situasi-situasi
permainan peran, dan memberikan umpan balik kepada para anggota.
3.
Terapi Aversi
Teknik-teknik aversi adalah metode-metode yang paling
kontroversial yang dimiliki oleh para behavioris meskipun digunakan secara luas
sebagai metode-metode untuk membawa orang-orang kepada tingkah laku yang
diinginkan. Sebagian besar lembaga sosial menggunakan prosedur-prosedur aversif
untuk mengendalikan para anggotanya dan untuk membentuk tingkah laku individu
agar sesuai dengan yang telah digariskan: perusahaan-perusahaan menggunakan
pemecatan dan penangguhan pembayaran upah, sedangkan pemerintah menggunakan
denda dan hukuman penjara.
4.
Pengondisian
operan
Tingkah laku operan merupakan tingkah laku yang paling
bearti dalam kehidupan sehari-hari, yang mencakup membaca, berbicara,
berpakaian, makan dengan alat-alat makan, bermain, dan sebagainya. Prinsip
perkuatan yang menerangkan pembentukan, pemeliharaan atau penghapusan pola-pola
tingkah laku, merupakan inti dari pengondisian operan. Berikut ini uraian
ringkas dari metode-metode pengondisian operan yang mencakup :
1)
Perkuatan Positif
Pembentukan suatu pola tingkah laku dengan memberikan
ganjaran atau perkuatan segera setlah tingkah laku yang diharapkan muncul
adalah suatu cara yang ampuh untuk mengubah tingkah laku. Pemerkuat-pemerkuat
baik primer (memuaskan kebutuhan-kebutuhan fisiologis) maupun sekunder
(memuaskan kebutuhan–kebutuhan psikologis dan social), diberikan untuk rentang
tingkah laku yang luas. Contoh pemerkuat primer adalah makanan dan tidur atau
istirahat. Contoh pemerkuat sekunder adalah yang bisa menjadi alat yang ampuh
untuk membentuk tingkah laku yang diharapkan antara lain adalah senyuman,
pujian, uang dan hadiah-hadiah. Penerapan pemberian perkuatan positif pada
psikoterapi membutuhkan spesifikasi tingkah laku yang diharapkan, penemuan
tentang apa agen yang memperkuat bagi individu dan penggunaan perkuatan positif
secara sistematis guna memunculkan tingkah laku yang diingkan.
2)
Pembentukan
Respon
Dalam pembentukan respon, tingkah laku sekarang secara
bertahap diubah dengan memperkuat unsur-unsur kecil dari tingkah laku baru yang
diinginkan secara berturut-turut sampai mendekati tingkah laku akhir.
Pembentukan respon berwujud pengemabangan suatu respon yang pada mulanya tidak
terdapat dalam perbendaharaan tingkah laku individu.
3)
Perkuatan Intermiten
Perkuatan intermiten diberikan secara bervariasi kepada
tingkah laku yang spesifik. Tingkah laku dikondisikan oleh perkuatan intermiten
pada umumnya lebih tahan terhadap pengahpusan disbanding dengan tingkah laku
yang dikondisikan melalui pemberian perkuatan yang terus-menerus.
4)
Penghapusan
Terapis, guru dan orang tua yang menggunakan penghapusan
sebagai teknik utama dalam mengahpus tingkah laku yang tidak diinginkan harus
mencatat bahwa tingkah laku yang tidak diinginkan itu pada mulanya bias menjadi
lebih buruk sebelum akhirnya terhapus atau dikurangi.
5)
Pencontohan
Dalam pencontohan, individu mengamati seorang model dan
kemudian diperkuat untuk mencontoh tingkah laku sang model. Bandura (1969)
menyatakan bahwa belajar yang bias diperoleh melalui pengalaman langsung bias
pula diperoleh secara tidak langsung dengan mengamati tingkah laku orang lain
berikut konsekuensi-konsekuensinya. Jadi, kecakapan-kecakapan social tertentu
bias diperoleh dengan mengamati dan mencontoh tingkah laku model-model yang
ada.
6)
Token Economy
Metode token economy dapat digunakan untuk membentuk
tingkah laku apabila persetujuari dan pemerkuat-pemerkuat yang tidak bias
diraba lainnya tidak memberikan pengaruh. Dalam token economy, tingkah laku
yang layak bias diperkuat dengan perkuatan-perkuatan yang bias diraba
(tanda-tanda seperti kepingan logam) yang nantinya bias ditukar dengan
objek-obejk atau hak istimewa yang diingini.
Metode token economy sangat mirip dengan yang dijumpai
dalam kehidupan nyata, misalnya, para pekerja dibayar untuk hasil pekerjaan
mereka.
Penggunaan tanda-tanda sebagai pemerkuat-pemerkuat bagi
tingkah laku yang layak memiliki beberapa keuntungan, yaitu :
1.
Tanda-tanda tidak kehilangan nilai insentifnya,
2.
Tanda-tanda bisa mengurangi penundaan yang ada diantara tingkah laku yang
layak dengan ganjarannya,
3.
Tanda-tanda bias digunakan sebagai pengukur yang kongkret bagi motivasi
individu untuk mengubah tingkah laku tertentu,
4.
Tanda-tanda adalah bentuk perkuatan yang positif,
5.
Individu memiliki kesempatan untuk memutuskan bagaimana menggunakan
tanda-tanda yang diperolehnya,
6.
Tanda-tanda cenderung menjembatani kesenjangan yang sering muncul diantara
lembaga dan kehidupan sehari-hari.