I.
Penertian
Psikoterapi
Psikoterapi adalah usaha penyembuhan untuk masalah yang berkaitan
dengan pikiran, perasaan dan perilaku. Psikoterapi (Psychotherapy) berasal dari dua kata, yaitu "Psyche" yang
artinya jiwa, pikiran atau mental dan "Therapy" yang artinya
penyembuhan, pengobatan atau perawatan. Oleh karena itu, psikoterapi disebut
juga dengan istilah terapi kejiwaan, terapi mental, atau terapi pikiran. Orang
yang melakukan psikoterapi disebut Psikoterapis (Psychotherapist). Seorang psikoterapis bisa dari kalangan dokter,
psikolog atau orang dari latar belakang apa saja yang mendalami ilmu psikologi
dan mampu melakukan psikoterapi. Psikoterapi merupakan proses interaksi formal
antara dua pihak atau lebih, yaitu antara klien dengan psikoterapis yang bertujuan
memperbaiki keadaan yang dikeluhkan klien.
A.
Tujuan
Psikoterapi
Berikut ini akan diuraikan mengenai tujuan dari psikoterapi secara khusus
dari beberapa metode dan teknik psikoterapi yang banyak peminatnya, dari dua
orang tokoh yakni Ivey, et al (1987) dan Corey (1991) :
1.
Tujuan psikoterapi dengan pendekatan psikoanalisi, menurut Corey (1991):
membuat sesuatu yang tidak sadar menjadi sesuatu yang disadari. Membantu klien
dalam menghidupkan kembali pengalaman-pengalaman yang sudah lewat dan bekerja
melalui konflik-konflik yang ditekan melalui pemahaman intelektual.
2.
Tujuan psikoterapi dengan pendekatan Rogerian, terpusat pada pribadi,
menurut Ivey, et al (1987): untuk memberikan jalan terhadap potensi yang
dimiliki seseorang menemukan sendiri arahnya secara wajar dan menemukan dirinya
sendiri yang nyata atau yang ideal dan mengeksplorasi emosi yang majemuk serta
memberi jalan bagi pertumbuhannya yang unik.
3.
Tujuan psikoterapi dengan pendekatan psikodinamik, menurut Ivey, et al
(1987): membuat sesuatu yang tidak sadar menjadi sesuatu yang disadari.
Rekonstruksi kepribadiannya dilakukan terhadap kejadian-kejadian yang sudah
lewat dan menyusun sintesis yang baru dari konflik-konflik yang lama.
4.
Tujuan psikoterapi pada pendekatan terpusat pada pribadi, menurut Corey (1991):
untuk memberikan suasana aman, bebas, agar klien mengeksplorasi diri dengan
enak, sehingga ia bisa mengenai hal-hal yang mencegah pertumbuhannya dan bisa
mengalami aspek-aspek pada dirinya yang sebelumnya ditolak atau terhambat.
5.
Corey (1991) merumuskan mengenai kognitif-behavioristik dan sekaligus
rasional-emotif terapi dengan: menghilangkan cara memandang dalam kehidupan
pasien yang menyalahkan diri sendiri dan membantunya memperoleh pandangan dalam
hidup secara rasional dan toleran.
6.
Tujuan psikoterapi dengan metode dan teknik Gestalt, dirumuskan oleh Ivey,
et al (1987): agar seseorang menyadari mengenai kehidupannya dan bertanggung
jawab terhadap arah kehidupan seseorang.
7.
Corey (1991) merumuskan tujuan terapi Gestalt: membantu klien memperoleh
pemahaman mengenai saat-saat dari pengalamannya. Untuk merangsang menerima
tanggung jawab dari dorongan yang ada di dunia dalamnya yang bertentangan
dengan ketergantungannya terhadap dorongan-dorongan dari dunia luar.
8.
Tujuan psikoterapi dengan pendekatan behavioristik, menurut Ivey, et al
(1987): untuk menghilangkan kesalahan dalam belajar dan untuk mengganti dengan
pola-pola perilaku yang lebih bisa menyesuaikan.
9.
Sehubung dengan terapi behavioristik ini, Ivey, et al (1987) menjelaskan
mengenai tujuan pada terapi kognitif-behavioristik, yakni: menghilangkan cara
berfikir yang menyalahkan diri sendiri, mengembangkan cara memandang lebih
rasional dan toleran terhadap diri sendiri dan orang lain.
Dapat disimpulkan bahwa beberapa tujuan psikoterapi antara lain:
1.
Perawatan akut (intervensi krisis dan stabilisasi)
2.
Rehabilitasi (memperbaiki gangguan perilaku berat)
3.
Pemeliharaan (pencegahan keadaan memburuk dijangka panjang)
B.
Unsur
Psikoterapi
Masserman (Karasu 1984) telah melaporkan tujuh “parameter
pengaruh” dasar yang mencakup unsur-unsur lazim pada semua jenis psikoterapi.
Dalam hal ini termasuk :
1.
Peran sosial (martabat) psikoterapis,
2.
Hubungan (persekutuan terapeutik),
3.
Hak,
4.
Retrospeksi,
5.
Re-edukasi,
6.
Rehabilitasi,
7.
Resosialisasi dan rekapitulasi.
Unsur – unsur psikoterapeutik dapat dipilih untuk
masing-masing pasien dan dimodifikasi dengan berlanjutnya terapi. Ciri-ciri ini
dapat diubah dengan berubahnya tujuan terapeutik, keadaan mental dan kebutuhan
pasien.
C.
Perbedaan
antara Psikoterapi dan Konseling
Apabila kita tinjau dari definisi kedua permbahasan tersebut,
menurut Schertzer dan Stone (1980), konseling adalah upaya membantu individu
melalui proses interaksi yang bersifat pribadi antara konselor dan konseli agar
konseli mampu memahami diri dan lingkungannya, mampu membuat keputusan dan
menentukan tujuan berdasarkan nilai yang diyakininya sehingga konseli merasa
bahagia dan efektif perilakunya.
Sedangkan psikoterapi menurut Wolberg (1967 dalam Phares
dan Trull 2001), mengungkapkan bahwa psikoterapi merupakan suatu bentuk perlakuan
atau treatment terhadap masalah yang
sifatnya emosional. Dengan tujuan menghilangkan symptom (gejala) untuk menmberikan solusi pola perilaku yang
terganggu serta meningkatkan pertumbuhan dan perkembangan pribadi yang positif.
Dari dua definisi di atas kita bisa tarik kesimpulan
mengenai dua pembahasan tersebut bahwa konseling lebih terfokus pada interaksi
antara konselor dan konseli dan lebih mengutamakan pembicaraan serta komunikasi
non verbal yang tersirat ketika proses konseli berlangsung dan semacam
memberikan solusi agar konseli dapat lebih memahami lingkungan serta mampu
membuat keputusan yang tepat dan juga nantinya konseli dapat menentukan tujuan
berdasarkan nilai yang diyakininya.
Sedangkan psikoterapi lebih terfokus pada treatment terhadap masalah sifatnya
emosional dan juga lebih dapat diandalkan pada klien yang mengalami
penyimpangan dan juga lebih berusaha untuk menghilangkan simptom-simptom yang
di anggap mengganggu dan lebih mengusahakan agar klien dapat meningkatkan
pertumbuhan dan perkembangan kepribadian ke arah yang positif.
Perbedaan konseling dan psikoterapi didefinisikan oleh
Pallone (1977) dan Patterson (1973) yang dikutip oleh Thompson dan Rudolph
(1983), sebagai berikut:
PSIKOTERAPI
|
KONSELING
|
Client
|
Pasien
|
Gangguan yang kurang serius
|
Gangguan yang serius
|
Masalah berkisar seputar: Jabatan, Pendidikan, dsb.
|
Masalah berkisar seputar Masalah pribadi dan pengambilan
keputusan.
|
Berhubungan
dengan pencegahan
|
Berhubungan
dengan penyembuhan
|
Lingkungan Pendidikan & Non Medis
|
Lingkungan Medis
|
Berhubungan dengan kesadaran
|
Berhubungan dengan ketidaksadaran
|
Metode pendidikan
|
Metode Penyembuhan
|
D.
Pendekatan
terhadap Mental Illness
Pengertian Mental
Illness
Mental Illness sendiri punya pengertian
adalah bentuk gangguan dan kekacauan fungsi mental (kesehatan mental) yang
terjadi seorang individu. disebabkan oleh kegagalan mereaksinya
mekanisme-adaptasi dari fungsi-fungsi kejiwaan atau mental terhadap rangsangan
eksternal dan ketegangan-ketegangan, sehingga muncul gangguan fungsi atau
gangguan struktur pada satu bagian, satu
organ, atau satu
sistem kejiwaan.
Mental illness mempunyai pertanda
awal antara lain : perasaan cemas, ketakutan, apatis, cemburu. iri, marah-marah
secara eksplosif, antisosial, ketegangan kronis dan lainnya. singkatnya,
kekacauan mental merupakan bentuk gangguan pada ketenangan batin dan harmoni
dari
struktur kepribadian.
Pendekatannya
Menurut J.P. Chaplin ada beberapa pendekatan
psikoterapi terhadap mental illness, diantaranya:
a)
Biological
Meliputi keadaan mental organik, penyakit afektif, psikosis dan penyalahgunaan
zat. Menurut Dr. John Grey, seorang psikiater Amerika (1854) pendekatan ini
lebih manusiawi. Pendapat yang berkembang waktu itu adalah penyakit mental
disebabkan karena kurangnya insulin.
b)
Psychological
Meliputi suatu peristiwa pencetus dan efeknya terhadap perfungsian yang buruk,
sekuel pasca-traumatic, kesedihan yang tak terselesaikan, krisis
perkembangan, gangguan pikiran dan respon emosional penuh stres yang ditimbulkan.
Selain itu pendekatan ini juga meliputi pengaruh sosial, ketidakmampuan
individu berinteraksi dengan lingkungan dan hambatan pertumbuhan sepanjang
hidup individu.
c)
Sosiological
Meliputi kesukaran pada sistem dukungan sosial, makna sosial atau budaya dari
gejala dan masalah keluarga. Dalam pendekatan ini harus mempertimbangkan
pengaruh proses-proses sosialisasi yang berlatarbelakangkan kondisi
sosio-budaya tertentu.
d)
Philosophic
Kepercayaan terhadap martabat dan harga diri seseorang dan kebebasan diri
seseorang untuk menentukan nilai dan keinginannya. Dalam pendekatan ini dasar
falsafahnya tetap ada, yakni menghagai sistem nilai yang dimiliki oleh klien,
sehingga tidak ada istilah keharusan atau pemaksaan.
II.
Terapi
Psikoanalisis
A.
Konsep
Dasar Teori Psikoanalisis tentang Kepribadian
KEPRIBADIAN
KESADARAN DAN KETAKSADARAN
Bagi Freud, kesadaran merupakan bagian terkecil dari
keseluruhan jiwa. Seperti gunung es yang mengapung yang bagian terbesarnya
berada dibawah permukaan air, bagian jiwa yang terbesar berada dibawah
permukaan kesadaran. Ketaksadaran menyimpan pengalaman-pengalaman, ingatan, dan
bahan-bahan yang di represi. Freud percaya, bahwa sebagian besar fungsi psikologis
berada di luar kesadaran.
Sasaran terapi
psikoanalitik adalah membuat motif-motif tak sadar menjadi disadari, karena
hanya ketika menyadari motif-motif tersebutlah individu bisa melaksanakan
pilihan. Walaupun diluar kesadaran, ketaksadaran tetap mempengaruhi tingkah
laku. Proses-proses tak sadar adalah akar dari gejala dan tingkah laku
neurotik. Dari perspektif ini, penyembuhan adalah upaya untuk menyingkap
gejala-gejala, sebab tingkah laku dan bahan-bahan yang direpresi yang
menghalangi fungsi psikologis yang sehat.
Struktur Kepribadian
Menurut
pandangan psikoanalitik, struktur kepribadian dibagi menjadi tiga yaitu:
a. Id
Kepribadian
seseorang hanya terdiri dari id ketika dilahirkan. Id kurang terorganisasi,
buta, menuntut, dan mendesak. Id tidak bisa mentoleransi tegangan, dan bekerja
untuk melepaskan tegangan itu sesegera mungkin serta untuk mencapai keadaan
homeostatik. Id diatur oleh asas kesenangan, bersifat tidak logis, amoral, dan
didorong oleh satu kepentingan.
b. Ego
Ego adalah
eksekutif dari kepribadian yang memerintah, mengendalikan, dan mengatur. Tugas
utama Ego adalah menjadi pengantar naluri-naluri dengan lingkungan sekitar. Ego
mengendalikan kesadaran dan melaksanakan sensor. Ego berlaku realistis dan
berpikir logis serta merumuskan rencana-rencana tindakan bagi pemuas kebutuhan-kebutuhan.
c. Superego
Superego adalah cabang
moral atau hukum dari kepribadian, kode moral bagi individu yang urusan
utamanya adalah apakah suatu tindakan baik atau buruk, benar atau salah.
Superego merepresentasikan hal yang ideal yang real dan mendorong bukan pada
kesenangan tetapi pada kesempurnaan. Superego berfungsi menghambat
impuls-impuls dari Id.
Mekanisme
Pertahanan Ego
Mekanisme-mekanisme
pertahanan ego membantu individu mengatasi kecemasan dan mencegah terlukanya
ego. Mekanisme-mekanisme pertahanan ego tidak selalu patologis dan bisa
memiliki nilai penyesuaian jika tidak menjadi suatu gaya hidup. Berikut ini
beberapa bentuk mekanisme pertahanan ego:
a. Penyangkalan
Penyangkalan
adalah pertahanan melawan kecemasan dengan menutup mata terhadap keberadaan
kenyataan yang mengancam. Individu menolak sejumlah aspek kenyataan yang
membangkitkan kecemasan.
b. Proyeksi
Proyeksi adalah
mengalamatkan sifat-sifat tertentu yang tidak bisa diterima oleh ego kepada
orang lain. Seseorang melihat pada diri orang lain hal-hal yang tidak disukai
dan ia tiak bisa menerima adanya hal-hal itu pada diri sendiri.
c. Fiksasi
Fiksasi adalah
menjadi “terpaku’ pada tahap-tahap perkembangan yang lebih awal karena
mengambil langkah ke tahap selanjutnya bisa menyebabkan kecemasan.
d. Regresi
Regresi adalah
melangkah mundur ke fase perkembangan yang lebih awal yang tuntutan-tuntutannya
tidak terlalu besar.
e. Rasionalisasi
Rasionalisasi
adalah menciptakan alasan-alasan yang “baik” untuk menghndari ego dari cedera
atau memalsukan diri sehingga kenyataan yang mengecewakan menjadi tidak begitu
menyakitkan.
f. Sublimasi
Sublimasi adalah
menggunakan jalan keluar yang lebih tinggi atau yang secara sosial lebih dapat
diterima bagi dorongan-dorongannya.
g. Displacement
Displacement
adalah mengarahkan energi kepada objek atau orang lain apabila objek asal atau
orang yang sebenarnya, tidak bisa dijangkau.
h. Represi
Represi adalah
melupakan isi kesadaran yang traumatis atau bisa membangkitkan kecemasan,
mendorong kenyataan yang tidak bisa diterima kepada ketidak sadaran, atau menjadi
tidak menyadari hal-hal yang menyakitkan. Represi merupakan salah satu konsep
Freud yang paling penting.
i. Formasi
reaksi
Formasi reaksi
adalah melakukan tindakan yang berlawanan dengan keinginan tak sadar. Jika
perasaan-perasaan yang lebih dalam menimbulkan ancaman, maka seseorang
menampilkan tingkah laku yang berlawanan untuk menyangkal perasaan-perasaan
yang bisa menimbulkan ancaman.
Perkembangan Psikoseksual
Sumbangan yang berarti dalam model psikoanalitik adalah pelukisan
tahap-tahap perkembangan psikososial dan psikoseksual individu dari lahir
hingga dewasa.
Tahun pertama kehidupan : Fase Oral
Dari lahir sampai
akhir usia satu tahun seorang bayi menjalani fase oral. Mengisap buah dada ibu
memuaskan kebutuhan akan makanan dan akan kesenangan karena mulut dan bibir
merupakan zona erogen yang peka selama fase oral. Tugas perkembangan utama fase
oral adalah memperoleh rasa percaya, yaitu percaya kepada orang lain, dunia,
dan diri sendiri.
Usia satu sampai tiga tahun : Fase Anal
Tugas yang harus
diselesaikan ada fase ini adalah belajar mandiri, memiliki kekuatan pribadi dan
otonomi, serta belajar bagaimana mengakui dan menangani perasaan-perasaan yang
negatif. Selama fase anal, anak dipastikan akan mengalami perasaan-perasaan
negatif seperti benci, hasrat merusak, marah, dsb.
Usia tiga sampai lima tahun : Fase Falik
Selama fase
falik, aktivitas seksual menjadi lebih intens dan perhatian dipusatkan pada
alat-alat kelamin yaitu penis pada anak laki-laki dan klitoris pad anak
perempuan. Pada fase falik, masturbasi meningkat frekuensinya. Anak-anak
menjadi lebih ingin tau tentang tubuhnya, mereka berhasrat untuk mengekplorasi
tubuh sendiri dan untuk menemukan perbedaan-perbedaan diantar kedua jenis
kelamin.
B.
Unsur-unsur
Terapi
Tujuan Terapi Psikoanalitik
Tujuan terapi
psikoanalitik adalah membentuk kembali struktur karakter individual dengan
jalan membuat kesadaran yang tidak disadari didalam diri klien. Proses terapi
difokuskan pada upaya mengalami kembali pengalaman-pengalaman masa anak-anak,
direkonstruksi, dibahas, dianalisis, dan ditafsirkan dengan sasaran
merekonstruksi kepribadian.
Fungsi
dan Peran Terapis
Karakteristik
psikoanalisi adalah terapi atau analis membiarkan dirinya anonim sera hanya
berbagi sedikit perasaan dan pengalaman sehingga klien memproyeksikan dirinya
kepada analis. Analis berusaha membantu klien dalam mencapai kesadaran diri,
kejujuran, keefektifan dalam melakukan hubungan personal dalam menangani
kecemasan serta secara realistis. Yang dilakukan klien sebagian besar adalah
berbicara, yang dilakukan oleh analis adalah mendengarkan dan berusaha untuk
mengetahui kapan dia harus membuat penafsiran yang layak untuk mempercepat
proses penyingkapan hal-hal yang tidak disadari.
C.
Teknik-teknik
Terapi
Ø
Asosiasi Bebas
Asosiasi
bebas merupakan teknik utama terapi psikoanalitik. Analis meminta kepada klien
agar membersihkan pikirannya dari peikiran-pemikiran dan renungan sehari-hari
dan sebisa mungkin mengatakan apa saja yang melintas dalam pikirannya. Dengan
melaporkannya segera tanpa ada yang disembunyikan, klien terhanyut bersama
segala perasaan dan pikirannya. Cara yang khas adalah klien berbaring diatas
balai-balai sementara analisi duduk dibelakangnya sehingga tidak mengalihkan
perhatian klien pada saat asosiasi nya mengalir bebas.
Asosiasi bebas merupakan suatu metode pemanggilan kembali pengalaman-pengalaman
masa lalu dan melepas emosi-emosi yang berkaitan dengan situasi-situasi
traumatik dimasa lampau yang dikenal dengan katarsis.
Ø
Analisis Transferensi
Transferensi
merupakan inti dari terapi psikoanalitik. Transferensi dalam proses terapeutik
ketika “urusan yang tidak selesai” dimasa lalu klien dengan orang-orang yang
berpengaruh menyebabkan dia mendistorsi masa sekarang. Analisis trasferensi
adalah teknik yang utama dalam psikoanalisis, sebab mendorong klien untuk
menghidupkan kembali masa lampaunya dalam terapi. Ia memungkinkan klien mampu
memperoleh pemahaman atas sifat dari fiksasi dan deprivasi dan menyajikan
pemahaman tentang pengaruh masa lampau terhadap kehidupannya sekarang. Singkatnya,
efek-efek psikopatologis dari hubungan masa dini yang tidak diinginkan dihambat
oleh penggarapan atas konflik emosional yang sama yang terdapat dalam hubungan
terapeutik dengan analis.
Ø
Analisis Resistensi
Resistensi
adalah sesuatu yang melawan kelangsungan terapi dan mencegah klien mengemukakan
bahan yang tidak disadari. Freud memandang resistensi sebagai dinamika terhadap
kecemasan yang tidak bisa dibiarkan, yang akan mengingat jika klien menjadi
sadar atas dorongan-dorongan dan perasaan yang direpresi itu.
Resistensi bekerja dengan menghambat klien dan analis dalam melaksanakan usaha
bersama untuk memperoleh pemahaman atas dinamika-dinamika ketidaksadaran klien.
Ø
Analisis Mimpi
Analisis
mimpi adalah sebuah prosedur yang penting untuk menyingkap bahan yang tidak
disadari dan memberikan kepada klien pemahaman atas beberapa area masalah yang
tidak terselesaikan. Selama tidur, pertahanan melemah dan perasaa yang
direpresi muncul ke permukaan. Freud memandang mimpi sebagai “jalan istimewa
menju ketidaksadaran” karena melalui mimpi hasrat, kebutuhan, dan ketakutan
yang tidak disadari diungkapkan. Mimpi memiliki dua taraf isi yaitu isi laten
dan isi manifes.
III.
Terapi
Humanistik Eksistensial
A.
Konsep
Dasar Teori Humanis Eksistensial tentang Kepribadian
Terapi Humanistik
Eksistensial
Terapi-terapi
psikodinamik cenderung memusatkan perhatian pada proses-proses tak eksistensial
memusatkan perhatian pada pengalaman-pengalaman sadar. Terapi-terapi humanistic
eksistensial juga lebih memusatkan pada apa yang dialami pasien pada masa-masa
sekarang “di sini dan kini” dan bukan pada masa lampau. Tetapi ada juga
kesamaan antara terapi-terapi humanistuk eksistensial, yakni keduanya
menekankan bahwa peristiwa-peristiwa dan pengalaman-pengalaman masa lampau
dapat mempengaruhi tingkah laku dan perasaan-perasaan individu sekarang, dan
kedua-duanya juga berusaha memperluas pemahaman diri dan kesadaran diri pasien.
Teori konseling eksistensial-humanistik menekankan renungan
filosofi tentang apa artinya menjadi manusia. Banyak para ahli psikologi yang
berorientasi eksistensial,mengajukan argumen menentang pembatasan studi tingkah
laku pada metode-metode yang digunakan oleh ilmu alam. Terapi eksistensial
berpijak pada premis bahwa manusia tidak bisa lari dari kebebasan dan bahwa
kebebasan dan tanggung jawab berkaitan. Dalam penerapan-penerapan terapeutiknya
eksistensial-humanistik memusatkan perhatian pada filosofis yang
melandasiterapi. Pendekatan atau teori eksistensian-humanistik menyajikan suatu
landasan filosofis bagi orang berhubungan dengan sesama yang menjadi ciri khas,
kebutuhan yang unik dan menjadi tujuan konselingnya, dan yang melalui
implikasi-implikasi bagi usaha membantu dalam menghadapi pertanyaan-pertanyaan
dasar yang menyangkut keberadaan manusia.
Pendekatan eksistensial-humanistik mengembalikan pribadi
kepada fokus sentral, sentral memberikan gambaran tentang manusia pada tarafnya
yang tertinggi. Ia menunjukkan bahwa manusia selalu ada dalam proses
pemenjadian dan bahwa manusia secara sinambung mengaktualkan dan memenuhi potensinya.
Pendekatan eksistensial secara tajam berfokus pada fakta-fakta utama keberadaan
manusia – kesadaran diri dan kebebasan yang konsisten.
Konsep Dasar Pandangan Humanistik Eksistensial
Tentang Perilaku atau Kepribadian
Pendekatan Eksistensial-humanistik berfokus pada diri manusia. Pendekatan
ini mengutamakan suatu sikap yang menekankan pada pemahaman atas manusia.
Pendekatan Eksisteneial-Humanistik dalam konseling menggunakan sistem
tehnik-tehnik yang bertujuan untuk mempengaruhi konseli. Pendekatan terapi
eksistensial-humanistik bukan merupakan terapi tunggal, melainkan suatu
pendekatan yang mencakup terapi-terapi yang berlainan yang kesemuanya
berlandaskan konsep-konsep dan asumsi-asumsi tentang manusia. Konsep-konsep
utama pendekatan eksistensial yang membentuk landasan bagi praktek konseling,
yaitu:
a) Kesadaran Diri,
Manusia memiliki kesanggupan untuk menyadari dirinya sendiri, suatu
kesanggupan yang unik dan nyata yang memungkinkan manusia mampu berpikir dan
memutuskan. Semakin kuat kesadaran diri seorang, maka akan semakin besar pula
kebebasan yang ada pada orang itu. Kesadaran untuk memilih
alternatif-alternatif yakni memutuskan secara bebas didalam kerangka
pembatasnya adalah suatu aspek yang esensial pada manusia. Kebebasan memilih dan
bertindak itu disertai tanggung jawab. Para ekstensialis menekan manusia
bertanggung jawab atas keberadaan dan nasibnya.
b) Kebebasan, tanggung jawab, dan kecemasan.
Kesadaran atas kebebasan dan tanggung jawab bisa menimbulkan kecemasan yang
menjadi atribut dasar pada manusia. Kecemasan ekstensial bisa diakibatkan atas
keterbatasannya dan atas kemungkinan yang tak terhindarkan untuk mati
(nonbeing). Kesadaran atas kematian memiliki arti penting bagi kehidupan
individu sekarang, sebab kesasaran tersebut menghadapkan individu pada
kenyataan bahwa dia memiliki waktu yang terbatas untuk mengaktualkan
potensi-potensinya. Dosa ekstensial yang juga merupakan bagian kondisi manusia.
Adalah akibat dari kegagalan individu untuk benar benar menjadi sesuatu sesuai
dengan kemampuannya.
c) Penciptaan Makna
Manusia itu unik dalam arti bahwa ia berusaha untuk menentukan tujuan hidup
dan menciptakan nilai-nilai yang akan memberikan makna bagi kehidupan. Menjadi
manusia juga berarti menghadapi kesendirian (manusia lahir sendirian dan mati
sendirian pula). Walaupun pada hakikatnya sendirian, manusia memiliki kebutuhan
untuk berhubungan dengan sesamanya dalam suatu cara yang bermakna, sebab
manusia adalah mahluk rasional. Kegagalan dalam menciptakan hubungan yang
bermakna bisa menimbulkan kondisi-kondisi isolasi dipersonalisasi, alineasi,
kerasingan, dan kesepian. Manusia juga berusaha untuk mengaktualkan diri yakni
mengungkapkan potensi-potensi manusiawinya. Sampai tarap tertentu, jika tidak
mampu mengaktualkan diri, ia bisa menajdi “sakit”.
Unsur-unsur Terapi
a. Tujuan-tujuan Terapeutik
Terapi eksistensial bertujuan agar klien mengalami
keberadaan secara otentik dengan menjadi sadar atas keberadaan dan
potensi-potensi serta sadar bahwa ia dapat membuka diri dan bertindak
berdasarkan kemampuannya.
Tujuan terapi eksistensial adalah meluaskan kesadaran diri
klien, dan karenanya meningkatkan kesanggupan pilihannya, yakni menjadi bebas
dan bertanggung jawab atas arah hidupnya.
Terapi eksistensial juga bertujuan membantuklien agar mampu
menghadapi kecemasan sehubungan dengan tindakan memilih diri dan menerima
kenyataan bahwa dirinya lebih dari sekedar korban kekuatan-kekuatan
deterministik di luar dirinya.
b. Fungsi dan Peran Terapis
Tugas utama terapis adalah berusaha memahami klien
sebagai ada dalam-dunia. Menurut Buhler dan Allen, para ahli psikologi
humanistik memiliki orintasi bersama yang mencakup hal-hal berikut:
· Mengakui pentingnya pendekatan dari pribadi ke pribadi.
· Menyadari peran dari tanggung jawab terapis.
· Mengakui sifat timbal balik dari hubungan terapeutik.
· Berorientasi pada pertumbuhan.
· Menekankan keharusan terapis terlibat dengan klien sebagai
suatu pribadi yang
menyeluruh.
· Mengakui bahwa putusan-ptusan dan pilihan-pilihan akhir
terletak di tengan klien.
· Memandang terapis sebagai model, dalam arti bahwa terapis
dengan gaya hidup dan pandangan humanistiknya tentang manusia bisa secara
implisit menunjukkan kepada klien potensi bagi tindakan kreatif dan positif.
· Mengakui kebebasan klien untuk mengungkapkan pandangan dan
untuk mengembangkan tujuan-tujuan dan nilainya sendiri.
· Bekerja ke arah mengurangi kebergantungan klien serta
meningkatkan kebebasan klien.
B.
Teknik-teknik
Terapi
Yang paling
dipedulikan oleh konselor eksistensial adalah memahami dunia subyektif si klien
agar bisa menolongnya untuk bisa sampai pada pemahaman dan pilihan-pilihan
baru. Fokusnya adalah pada situasi hidup klien pada saat itu, dan bukan pada
menolong klien agar bisa sembuh dari situasi masa lalu (May &Yalom, 1989).
Biasaya terpis eksistensial menggunakan metode yang mencakup ruang yang cukup
luas, bervariasi bukan saja dari klien ke klien, tetapi juga dengan klien yang
sama dalam tahap yang berbeda dari proses terapeutik. Di satu sisi, mereka
menggunakan teknik seperti desentisasi (pengurangan kepekaan atas kekurangan
yang diderita klien sehabis konseling), asosiasi bebas, atau restrukturisasi
kognitif, dan mereka mungkin mendapatkan pemahaman dari konselor yang
berorientasi lain. Tidak ada perangkat teknik yang dikhususkan atau dianggap esensial
(Fischer & Fischer, 1983).
Di sisi lain, beberapa orang eksistensialis
mengesampingkan teknik, karena mereka lihat itu semua memberi kesan kekakuan,
rutinitas, dan manipulasi. Sepanjang proses terapeutik, kedudukan teknik adalah
nomor dua dalam hal menciptakan hubungan yang akan bisa membuat konselor bisa
secara efektif menantang dan memahami klien.
Teknik-teknik yang
digunakan dalam konseling eksistensial-humanistik, yaitu:
·
Penerimaan
·
Rasa hormat
·
Memahami
·
Menentramkan
·
Memberi dorongan
·
Pertanyaan terbatas
·
Memantulkan pernyataan dan perasaan klien
·
Menunjukan sikap yang mencerminkan ikut mersakan apa yang dirasakan
klien
·
Bersikap mengijinkan untuk apa saja yang bermakna
IV.
Person
Centered Theraphy (Rodgers)
Latar Belakang Carl Rodgers
Carl Rogers
adalah psikolog humanistik kebangsaan Amerika yang berfokus pada hubungan
tarapeutik dan mengembangkan metode baru terapi berpusat pada klien. Rogers
adalah salah satu individu yang pertama kali menggunakan istilah klien bukan
pasien. Terapi berpusat pada klien berfkous pada peran klien, bukan ahli
terapi, sebagai proses kunci penyembuhan. Rogers yakin bahwa setiap orang
menjalani hidup di dunia secara berbeda dan mengetahui pengalaman terbaiknya.
Menurut Rogers, klien benar – benar “berupaya untuk sembuh” dan dalam hubungan
ahli terapi – klien yang suportif dan saling menghargai, klien dapat
menyembuhkan dirinya sendiri. Klien berada di posisi terbaik untuk mengetahui
pengalamannya sendiri dan memahami pengalamannya tersebut. Untuk memperoleh
harga dirinya dan mencapai aktualisasi diri tersebut.
A. Konsep Dasar Teori Pandangan Rodgers tentang Kepribadian
Berbagai
istilah dan konsep yang muncul dalam penyajian teori Rogers mengenai
kepribadian dan perilaku yang sering memiliki arti yang unik dan khas dalam orientasi
sebagai berikut :
1.
Pengalaman
Pengalaman
mengacu pada dunia pribadi individu. Setiap saat, sebagian dari hal ini terkait
akan kesadaran. Misalnya, kita merasakan tekanan pena terhadap jari – jari kita
seperti yang kita tulis. Beberapa mungkin sulit untuk membawa ke dalam
kesadaran, seperti ide, “Aku orang yang agresif”. Sementara kesadaran
masyarakat yang sebenarnya dari total lapangan pengalaman mereka mungkin
terbatas, setiap individu adalah satu – satunya yang bisa tahu itu seluruhnya.
2.
Realitas
Untuk tujuan psikologis, realitas pada dasarnya adalah
dunia pribadi dari persepsi individu, meskipun untuk tujuan sosial realitas
terdiri dari orang – orang yang memiliki persepsi tingkat tinggi kesamaan
antara berbagai individu. Dua orang akan setuju pada kenyataan bahwa orang
tertentu adalah politisi. Satu melihat dirinya sebagai seorang wanita baik yang
ingin membantu orang dan berdasarkan kenyataan orang menilai untuk dirinya.
Kenyataannya orang lain adalah bahwa politisi menyisihkan uang untuk rakyat dalam
memiliki tujuan untuk memenangi hati dari rakyat. Oleh karena itu orang ini
memberi suara padanya (wanita). Dalam terapi, di sebut sebagai merubah perasaan
dan merubah persepsi.
3.
Organisme Bereaksi sebagai
Terorganisir yang utuh
Seseorang mungkin lapar, tetapi karena harus menyelesaikan
laporan. Maka, orang tersebut akan melewatkan makan siang. Dalam psikoterapi,
klien sering menjadi lebih jelas tentang apa yang lebih penting bagi mereka.
Sehingga perubahan perilaku di arahkan dalam tujuan untuk di klasifikasikan.
Seorang politisi dapat memutuskan untuk tidak mrncalonkan diri untuk
mendapatkan jabatan karena ia memutuskan bahwa kehidupan keluarganya lebih
penting dari pada mencalonkan diri sebagai pejabat.
4.
Organisme mengaktualisasi
kecenderungan (The Organism Actualizing
Tendency)
Ini adalah prinsip utama dalam tulisan – tulisan dari Kurt
Goldstein, Hobart Mowrer, Harry Stack Sullivan, Karen Horney, dan Andras
Angyai. Untuk nama hanya beberapa. Perjuangan untuk mengajarkan anak dalam
belajar jalan adalah sebuah contoh. Ini adalah keyakinan Rogers dan keyakinan
sebagaian besar teori kepribadian yang lain. Di beri pilihan bebas dan tidak
adanya kekuatan eksternal. Individu lebih memilih untuk menjadi sehat daripada
sakit, untuk menjadi independen dari pada bergantung. Dan secara umum untuk
mendorong pengembangan optimal dari organisme total.
5.
Frame Internal Referensi
Ini adalah bidang persepsi individu. Ini adalah cara dunia
muncul dan sebuah makna yang melekat pada pengalaman dan melibatkan perasaaan.
Dari titik orang memiliki pusat pandangan. Kerangka acuan internal memberikan
pemahamana sepenuhnya tentang mengapa orang berperilaku seperti yang mereka
lakukan. Hal ini harus di bedakan dari penilaian eksternal perilaku, sikap, dan
kepribadian.
6.
Konsep Diri
Istilah – istilah mengacu pada gesalt, terorganisir
konsisten, konseptual terdiri dari persepsi karakteristik “I” atau “saya” dan
persepsi tentang hubungan dari “I” atau “Aku” kepada orang lain dan berbagai
aspek kehidupan, bersama dengan nilai – nilai yang melekat pada persepsi ini.
Menurut Gesalt kesadaran merupakan cairan dan proses perubahan.
7.
Symbolization
Ini adalah proses di mana individu menjadi sadar. Ada
kecenderungan untuk menolak simbolisasi untuk pengalaman berbeda dengan konsep
dirinya. Misalnya, orang – orang menganggap dirinya benar akan cenderung
menolak simbolisasi tindakan berbohong. Pengalaman ambigu cenderung di
lambangkan dengan cara yang konsisten dengan konsep diri. Seorang pembicara
kurang percaya diri dapat di lambangkan khalayak diam sebagai terkesan, orang
yang percaya diri dapat melambangkan sebuah kelompok yang penuh perhatian dan
tertarik.
8.
Penyesuaian Psikologis &
Ketidakmampuan Menyesuaikan diri
Hal ini mengacu pada konsistensi, atau kurangnya
konsistensi, antara pengalaman individu sensorik dan konsep diri. Sebuah konsep
diri yang mencakup unsur – unsur kelemahan dan ketidaksempurnaan memfasilitasi
simbolisasi dari pengalaman kegagalan. Kebutuhan untuk menolak atau mendistorsi
pengalaman seperti tidak ada dan karena itu menumbuhkan kondisi penyesuaian
psikologis.
9.
Organismic Valuing Process
Ini adalah proses yang berkelanjutan di mana individu bebas
bergantung pada bukti indra mereka sendiri untuk membuat penilaian. Hal ini
yang berbeda dengan sistem fixed menilai intrijected di tandai dengan
“kewajiban” dan “keharusan” dan juga dengan apa yang seharusnya benar / salah.
Proses menilai organismic konsisten dengan hipotesis.
10. The Fully Functioning Person
Rogers
mendefinisikan mereka yang bergantung pada Organismic valuing process seperti Fully
functioning person. Dapat mengalami semua perasaan mereka, ketakutan,
memungkinkan kesadaran bergerak bebas di dalam pikiran mereka dan melalui
pengalaman mereka.
B.
Unsur-unsur
Terapi (Person-Centered)
1. Peran
Terapis
Menurut Rogers, peran terapis bersifat holistik, berakar pada cara
mereka berada dan sikap – sikap mereka, tidak pada teknik – teknik yang di
rancang agar klien melakukan sesuatu. Penelitian menunjukkan bahwa sikap –
sikap terapislah yang memfasilitasi perubahan pada klien dan bukan pengetahuan,
teori, atau teknik – teknik yang mereka miliki. Terapis menggunakan dirinya
sendiri sebagai instrument perubahan. Fungsi mereka menciptakan iklim
terapeutik yang membantu klien untuk tumbuh. Rogers, juga menulis tentang I-Thou. Terapis menyadari bahasa verbal
dan nonverbal klien dan merefleksikannya kembali. Terapis dan klien tidak tahu
kemana sesi akan terarah dan sasaran apa yang akan di capai. Terapis percaya
bahwa klien akan mengembangkan agenda mengenai apa yang ingin di capainya.
Terapis hanya fasilitator dan kesabaran adalah esensial.
2. Tujuan
Terapis
Rogers berpendapat bahwa terapis tidak boleh memaksakan tujuan – tujuan
atau nilai – nilai yang di milikinya pada pasien. Fokus dari terapi adalah
pasien. Terapi adalah nondirektif, yakni pasien dan bukan terapis memimpin atau
mengarahkan jalannya terapi. Terapis memantulkan perasaan – perasaan yang di
ungkapkan oleh pasien untuk membantunya berhubungan dengan perasaan –
perasaanya yang lebih dalam dan bagian – bagian dari dirinya yang tidak di akui
karena tidak diterima oleh masyarakat. Terapis memantulkan kembali atau
menguraikan dengan kata – kata pa yang di ungkapkan pasien tanpa memberi
penilaian.
C.
Teknik-teknik
Terapi
Untuk terapis person – centered,
kualitas hubungan terapis jauh lebih penting daripada teknik. Rogers, percaya
bahwa ada tiga kondisi yang perlu dan sudah cukup terapi, yaitu :
1. Empathy (Empati)
Empati adalah
kemampuan terapis untuk merasakan bersama dengan klien dan menyampaikan
pemahaman ini kembali kepada mereka. Empati adalah usaha untuk berpikir bersama
dan bukan berpikir tentang atau mereka. Rogers mengatakan bahwa penelitian yang
ada makin menunjukkan bahwa empati dalam suatu hubungan mungkin adalah faktor
yang paling berpengaruh dan sudah pasti merupakan salah satu faktor yang
membawa perubahan dan pembelajaran.
2. Positive Regard (acceptance)
Positive Regard yang di kenal
juga sebagai akseptansi atau penerimaan diri adalah geunine caring yang mendalam untuk klien sebagai pribadi – sangat
menghargai klien karena keberadaannya.
3.
Congruence
Congruence /
Kongruensi adalah kondisi transparan dalam hubungan tarapeutik dengan tidak
memakai topeng atau pulasan – pulasan.
Menurut Rogers
perubahan kepribadian yang positif dan signifikan hanya bisa terjadi di dalam
suatu hubungan.
Link Sumber Tugas:
·
Gunarsa, Singgih D.
1996. Konseling dan Psikoterapi. Jakarta : BPK Gunung Mulia.
·
Corey, G. (2007). Teori
dan praktek konseling dan psikoterapi. Bandung: Refika Aditama
·
Syamsu, Yusuf,.
Juntika, Nurihsan. Teori Kepribadian, Bandung : PT Remaja Rosdakarya